Senin, 08 Juni 2015

balaghah- Majas

PENDAHULUAN
            Secara ilmiah, balaghah merupakan suatu disiplin ilmu yang berlandaskan pada kejernihan jiwa dan ketelitian menangkap keindahan dan kejelasan perbedaan yang samar di antara macam-macam uslub.
            Ketika kita belajar ilmu balaghah (bayan), kita akan bertemu dengan yang namanya tasbih, majaz, dan kinayah.
            Dalam makalah ini, saya akan membahas tentang isti’arah di dalam QS Ibrahim ayat 1 yang berbunyi:
كِتبٌ اَنْزَلْنهُ اِلَيْكَ لِتُخْرِجَ النَّاسَ مِنَ الظُّلُمتِ اِلَى النُّوْرِ..(ابراهيم:1)
Artinya: (ini adalah) kitab yang kami turunkan kepada kamu supaya kamu mengeluarkan manusia dari gelap gulita kepada cahaya terang benderang...(Qs. Ibrahim:1)
            Dalam makalah ini, saya akan membahas tentang majaz. Cakupannya meliputi majaz lughawi dan majas aqli. Dalam makalah ini saya sebagai penulis lebih menitik beratkan penulisan kepada majaz lughawi, yang mana majaz lughawi itu lebih banyak membahas tentang isti’arah.










PEMBAHASAN
A.     Majas (penyerupaan)
المجاس
 



العقلي
الغوي
                                                                                                                  
ماعلافتهاغيرالمشابهة
ماعلافتهاالمشابهة
                                                                                                                  
المجاس المرسل(المفردة )
المجاس المرسل(المركب )
الإستعارة(المفردة)
الإستعارة المركبة (اتمثلية)
             
مجردة
تبعية
اصلية
مكنية
تصرحية
بإعتبار الملائمة
بإعتبار شالكلمة
بإعتبار الطرف
مرسهة
مشبه
مشبه به
فعل مشتق
إسم جامد
مشبه به
طراف
مشبه به
مطلقة
 










   Majas lughawi adalah lafadz yang digunakan dalam makna yang bukan seharusnya karena adanya hubungan (halaqah) disertai karinah yang menghalangi pemberian makna secara hakiki.
Hubungan antara makna hakiki dan makna majazi itu kadang-kadang karena adanya keserupaan dan lain dari itu. Karinah itu ada kalanya lafdziyah dan ada kalanya haliyah.
            Majas itu disebabkan oleh dua hal:
1.      Halaqah
Hubungan kesamaan antara makna asli dan makna majazi
2.      Karinah
Lafadz yang menghalangi arti dan kata asli
Karinah                     lafdziyah      dilihat dari lafadznya
                                 Haliyah      berdasarkan keadaan/ kenyataan yang empiris

   Keterangan bagan:
o   Isti’aarah adalah tasybih yang dibuang salah satu tharafnya. Oleh karena itu, hubungan antara makna hakiki dan makna majazi (halaqah) adalah musyabahah selamanya.
o   Dikatahkan isti’aarah mufradah apabila mainnya di kata dan salah satu tharafnya tidak disebut. Jadi, kalau isti’aarah mufradah, kita dapat melihat  dari lafadznya.
o   Dikatakan isti’aarah tamtsiliyyah (murakab) apabila susunan kalimat yang digunakan bukan pada makna aslinya karena ada hubungan keserupaan (antara makna asli dan makna majazi) disertai adanya karinah yang menghalangi pemahaman terhadap kalimat tersebut dari makna aslinya. Artinya, isti’arah murakkab ini dapat dilihat dari keseluruhan kalimatnya, bukan dari lafadznya.
o   isti’aarah mufradah ini dapat dilihat pada tiga tempat:
a.       Jika dilihat dari tharafnya dibagi atas 2:
·        Tashrihiyyah
Isti’aarah yang musyabah-bihnya ditegaskan dan salah satu tharafnya dibuang
·        Makniyyah
Isti’aarah yang musyabah-bihnya dibuang dan sebagai isyarat ditetapkan salah satu sifat khasnya
b.      Jika dilihat dari kalimahnya  dibagi atas 2:
·        Ashliyyah
Isim (kata benda) yang dijadikan isti’aarah berupa isim jamid
·        Taba’iyyah
Apabila lafadz yang dijadikan isti’aarah berupa isim musytaq atau fi’il
c.       Jika dilihat dari malaimahnya dibagi atas 3:
·        Murasysyahah
Isti’aarah yang disertai penyebutan kata-kata yang relevan dengan musyabah-bih (sisa kalimat sesuai dengan musyabah-bih)
·        Mujarradah
Isti’aarah yang disertai penyebutan kata-kata yang relevan dengan musyabah (sisa kalimat sesuai dengan musyabah)
·        Muthlaqah
Isti’aarah yang tidak disertai penyebutan kata-kata yang relevan dengan musyabah mapun musyabah-bih (tidak ada sisa kalimat yang relevan)
Isti’aarah murasysyahah lebih baligh dari pada isti’aarah muthlaqah. Isti’aarah muthlaqah lebih baligh dari pada isti’aarah mujarradah.

B.     Nilai  isti’aarah di dalam ilmu balaghah
Nilai isti’aarah dalam balaghah lebih besar daripada tasybih yang baligh itu sekalipun disusun atas anggapan bahwa musyabah dan musyabah-bihnya sama, tapi tasybihnya tetap disengaja dan terlihat. Berbeda dengan isti’aarah, padanya tasybih diabaikan lagi tersembunyi.
Adapun nilai isti’aarah dilihat dari segi rekayasa dan keindahan berilusi dan pengaruhnya dalam jiwa para pendengarnya adalah adanya kesempatan yang luas untuk berkreasi dan adanya arena lomba bagi para pakar sastra.
Keistimewaan isti’aarah adalah tidak kelihatan bahwa sesungguhnya isti’aarah itu adalah tasybih. Seakan-akan ketika menggunakan isti’arah kita tak pernah menduga bahwa kita telah menggunakan tasybih. Hal ini dikarenakan, isti’aarah lebih baligh daripada tasybih karena pada isti’aarah salah satu tharafnya dibuang. Atau, pada hakikatnya, isti’aarah dan tasybih itu sama, Cuma isti’aarah lebih baligh daripada tasybih karena salah satu tharafnya tidak disebut.

C.     Isti’aarah dalam Qs Ibrahim ayat 1
Isti’aarah yang terdapat dalam Qs Ibrahim ayat 1 yang berbunyi:

كتب انزلنه إليك لتخرج الناس من الظلمت الى النور...

Artinya: (ini adalah) kitab yang kami turunkan kepada kamu supaya kamu      mengeluarkan manusia dari gelap gulita kepada cahaya terang benderang...(Qs. Ibrahim:1)
Pada ayat diatas terdapat majaz lughawi, yaitu kata yang digunakan bukanlah pada makna aslinya. Pada ayat diatas bisa kita lihat pada lafadz azhzhulumaat dan annur. Azhzhulumat pada makna hakiki, gelap. Tapi, pada lafadz ini yang diinginkan adalah makna majazinya yakni kesesatan. Dan pada lafadz annur, makna hakikinya adalah cahaya, tapi makna yang diinginkan adalah makna majazi yaitu petunjuk, hidayah dan iman.
 Halaqah antara makna hakiki dan makna majazi adalah adanya keserupaan antara gelap dan kesesatan dan juga cahaya dengan petunjuk dan hidayah. Dan karinahnya adalah haliyah. Kenapa haliyah? Hal ini dikarenakan pada lafadz ini menerangkan tentang keadaan orang-orang yang berada dalam kegelapan itu adalah orang yang berada dalam kesesatan, dan ketika Allah menurunkan kitabnya melalui Rasulullah, manusia perlahan mulai mendapatkan cahaya, yaitu petunjuk dan hidayah.
Apabila kita perhatikan majaz diatas, maka kita dapatkan bahwa setiap majaz itu mencakup sebuah tasybih yang darinya dibuang musyabahnya, dan sebagai gantinya didatangkan musyabah-bih dengan dakwaan bahwa musyabah bih adalah musyabah itu sendiri. Majaz ini disebut isti’arah, dan karena musyabah-bihnya dalam majaz ini disebut dengan tegas, maka isti’arahnya disebut isti’aarah tashrihiyah.


SIMPULAN
Majaz lughawi adalah lafadz yang digunakan bukan pada makna seharusnya karena adanya hubungan (halaqah) disertai karinah yang menghalangi pemberian pada makna hakiki.
Di dalam isti’arah harus ada halaqah dan karinah (sesuatu yang menghalangi pemberian makna hakiki).
Adapun keistimewaan isti’aarah adalah tidak kelihatan bahwa sesungguhnya isti’aarah itu adalah tasybih.
           
                                         



linguistik- Variasi Bahasa

PENDAHULUAN
1.      Latar Belakang
       Ilmuan Islam sejak dini telah mencurahkan perhatian sangat besar terhadap pemeliharaan al-Qu’ran agar terhindar dari distorsi, baik bacaan maupun makna. Diantara upaya yang mereka lakukan adalah medeskripsikan makhraj dan sifat bunyi-bunyi al-Qur’an dengan sangat detail, melebihi deskripsi yang dilakukan ilmuan lain sampai sekarang. Ilmu bunyi al-Qur’an tersebut mereka populerkan dengan nama ilmu tajwid dan ilmu qiraat.
       Linguis arab juga tidak ketinggalan dalam pengkajian bunyi. Khalil bin Ahmad menyusun sebuah kamus bahasa Arab yang entrinya disusun berdasarkan makhraj bunyi yang terjauh ditenggorokan.
       Dipihak lain, Ibnu Jinni dalam bukunya Sirr Ash-Shina’at Al-I’rab, memeperkenalkan organ bicara; makhraj; sifat-sifat bunyi; vocal panjang dan pendek; dan berbagai fenomena bunyi, seperti tebal tipis qalqalah.[1]
2.      Tujuan Penulisan
a.       Pengertian makharijul huruf
b.      Mengidentifikasi tempat artikulasi konsonan
c.       Mengidentifikasi tempat artikulasi vocal
d.      Mengidentifikasi tempat artikulasi semi vocal






PEMBAHASAN
1.   Pengertian Makharijul Huruf
       Menurut ulama tajwid dan fonetik Arab, Makhraj adalah tempat tertentu disaluran udara yang mengalami pengejangan lebih keras dari yang lain dan merupakan tempat penuturan suatu konsonan.[2]
       Menurut ulama fonetik asing makhraj adalah tempat di organ bicara yang lebih menitik beratkan pada organ bicara aktif yang difungsikan akan menghambat atau menekan saluran udara ketika mengartikulasikan sebuah konsonan. Oleh sebab itu, mereka mendefinisikan makhraj itu sebagai tempat dua organ bicara yang bekerja sama, yang satu aktif dan yang satu lagi pasif.[3]

2.      Mengidentifikasi tempat artikulasi konsonan
       Konsonan adalah bunyi yang udaranya keluar dari hidung ketika diartikulasikan atau bunyi yang udaranya keluar dari samping kiri atau kanan mulut. Konsonan dapat berupa bunyi letupan, bunyi geseran, bunyi bersuara, dan bunyi tidak bersuara.[4]
       Ulama tajwid dan fonetik Arab merinci makharijul huruf menjadi sebelas makhraj konsonan, yaitu: 
a.       Konsonan bilabial ( (شفتانيّةartinya dua bibir terdiri atas  ,م ,وdan ب    
Bibir bawah bekerja sama dengan bibir atas untuk menghambat udara yang datang dari paru-paru.
b.      Konsonan labio-dental (شفويّة أسنانيّة) terdiri atas   ف
Labio artinya bibir, sedangkan dental artinya gigi. Bibir bawah bekerja sama dengan gigi atas untuk menghambat udara yang datang dari paru-paru.
c.       Konsonan apiko-interdental (طرف اللّسان و بين اللأسنانيّة) yang terdiri atas ذ,ظ  dan ث
Apiko artinya ujung lidah, interdental artinya antara dua gigi. Ujung lidah bekerja sama dengan tengah-tengah gigi untuk menghambat udara yang datang dari paru-paru.
d.      Konsonan apiko-dental (طرف اللّسان و أصول الأنسان) terdiri atas  ن ,ط ,د ,ض ,لdanت 
Dental artinya gigi. Ujung lidah bekerja sama dengan gigi atas untuk menghambat udara yang datang dari paru-paru.
e.       Konsonan apiko-alveolar (طرف اللسان و اللّثة) terdiri atas ز ,ص , س dan ر
Alveolar artinya gusi. Ujung lidah bekerjasama dengan gusi untuk menghambat udara yang datang dari paru-paru.
f.       Konsonan apiko-palatal (طرف اللسان والحنك الصلبي) terdiri atasش  dan  ج
Palatal artinya langit-langit keras. Ujung lidah bekerjasama dengan langit-langit keras untuk menghambat udara yang datang dari paru-paru.
g.      Konsonan mediopalatal (وسط اللسان والحنك الصلبي) terdiri atas ي
Medio berarti tengah lidah. Bagian tengah lidah bekerjasama dengan langit-langit keras untuk menghambat udara yang datang dari paru-paru.
h.      Konsonan dorso-velar (مؤخر اللسان والحنك اللين) terdiri atasغ ,خ  dan ك
Dorso berarti bagian belakang lidah, sedangkan velar berarti langit-langit lunak. Bagian belakang lidah bekerjasama dengan langit-langit lunak untuk menghambat udara yang datang dari paru-paru.
i.        Konsonan dorso-uvular (مؤخر اللسان واللهاة) terdiri atas ق   
Uvular artinya tekak atau anak lidah. Bagian belakang lidah bekerjasama dengan anak lidah untuk menghambat udara yang datang dari paru-paru.
j.        Konsonan faringal (الحلقية) terdiri atasع  dan ح
Faringal berarti tenggorokan. Bagian belakang lidah bekerjasama dengan tengorokan untuk menghambat udara yang datang dari paru-paru.
k.      Konsonan glotal (الحنجرية) terdiri atas ء dan  ه
Glotal berarti kerongkongan. Pita suara kanan bekerjasama dengan pita suara kiri untuk menghambat udara yang datang dari paru-paru.[5]

3.      Mengidentifikasi tempat artikulasi vocal
       Vokal adalah termasuk bunyi yang bersuara, yang terjadi dengan penerobosan terhadap klep pita suara melalui tekanan, sedangkan dalam pembentukkannya, udara yang datang dari paru-paru tidak mendapat hambatan di kerongkongan dan rongga mulut dan tidak mendapatkan penyempitan di saluran udara yang mengakibatkan adanya geseran. Vokal dalam bahasa Arab adalah fathah (a), kasrah (i) dan dhammah (u). [6]
       Enam vokal Arab dapat dideskripsikan sesuai dengan standar vokal yang dibuat oleh Daniel Jones sebagai berikut.
1)      Kasrah pendek           =/depan/tinggi/melebar/pendek/
2)      Kasrah panjang          =/depan/tinggi/melebar/panjang/
3)      Fathah pendek           =/depan/rendah/netral/pendek/
4)      Fathah panjang           =/depan/rendah/netral/panjang/
5)      Dhammah pendek      =/belakang/tinggi/membulat/pendek/
6)      Dhammah panjang     =/belakang/tinggi/membulat/panjang/

1)      vokal I
       vokal ini dibentuk dengan menaikkan bagian depan lidah kearah langit-langit setinggi mungkin, dengan catatan bahwa udara yang keluar tidak sampai menghasilkan bunyi aspirasi yang jelas. Dengan kata lain, apabila lidah naik sedikit lagi, maka tempat keluar udara akan menjadi sempit sehingga akan menghasilkan bunyi y. vokal ini menghasilkan sebuah bunyi yang diberi lambang i.  vokal ini dideskripsikan dengan /depan/tinggi/membentang/pendek/.
2)      vokal II
       vocal ini dibentuk seperti vokal I. meskipun begitu tetapi ada perbedaannya. Pada vokal I, waktu menurunkannya pendek; sementara pada vokal II, waktu menurunkannya dua kali lebih lama dari pada menurunkan vocal II,  waktu menuturkannya dua kali lebih lama daripada menuturkan vocal I. vocal ini dideskripsikan dengan /depan/tinggi/membentang/panjang/.
3)      vokal III
       vokal ini dibentuk dengan menurunkan bagian depan lidah ke arah dasar mulut serendah mungkin, sedangkan bibir berada dalam posisi netral.  vokal ini menghasilkan vokal yang diberi lambang a dan dideskripsikan dengan /depan/rendah/netral/.
4)      Vokal IV
Vocal ini dapat dibentuk seperti vocal III. Pada vocal III, waktu menuturkannya pendek;sementara vocal IV, waktu menuturkannya dua kali lebih lama. Vokal ini dideskripsikan dengan /depan/rendah/netral/panjang/.
5)      Vocal V
       Vocal ini dibentuk dengan menaikan bagian belakang lidah ke arah langit-langit setinggi mungkin, dengan catatan udara yang keluar tidak sampai menghasilkan bunyi aspirasi yang jelas. Vocal ini menghasilkan bunyi yang diberi lambang u dan dideskripsikan dengan /belakang/tinggi/membulat/.
6)      Vocal VI
Vocal ini dibentuk seperti vocal V. pada vocal v, waktu menuturkannya pendek; sementara vocal VI waktu menuturkannya lebih lama daripada menuturkan vocal V. vocal ini dideskripsikan dengan /belakang/tinggi/membulat/panjang/.[7]

4.   Mengidentifikasi tempat artikulasi semivocal
Semivocal adalah bunyi yang ketika hendak dituturkan, organ bicara telah mengambil posisi seperti hendak menuturkan sebuah vocal tertentu, kemudian dengan cepat organ bicara tersebut mengubah posisi seperti akan menuturkan sebuah vocal lain, realitanya bunyi yang lahir bukan yang pertama dan bukan  yang kedua, tetapi bunyi yang lain.[8]
Mengingat cara menuturkannya yang mirip dengan penuturan vokal, maka ulama memberinya nama dengan semivokal (و-ي)  termasuk konsonan, dimana dia mempunyai makhraj yang merupakan titik penghambatan terhadap arus udara yang datang dari paru-paru.[9]
Berikut ini deskripsi dari dua semivokal dalam bahasa Arab:
1)    Waw (و)
Untuk memproduksi semivokal ini, organ bicara mengambil posisi seperti akan menuturkan sebuah vocal (u), tetapi dalam waktu yang sangat cepat organ bicara tersebut mengubah posisi seolah-olah hendak menuturkan vocal lain (a).
Saluran udara ke rongga hidung tertutup sehingga semua udara keluar dari rongga mulut. Oleh karena itu, semivokal ini dideskripsikan dengan: /bilabial/semivokal/bersuara.
Sebagian ulama mengatakan bahwa organ bicara yang  bekerja sama menghambat udara yang datang dari paru-paru adalah pangkal lidah naik kelangit-langit lunak, mirip seperti menuturkan kha, ghain, dan kaf. oleh sebab itu, semivokal ini dideskripsikan dengan: /dorsovelar/semivokal/bersuara/.
2)      Ya (ي)
Untuk memproduk semivokal ini, organ bicara mengambil posisi seperti akan menuturkan sebuah vocal (i), tetapi dalam waktu yang sangat cepat organ bicara tersebut mengubah posisi seolah-olah hendak menuturkan sebuah vocal lain (a) .
Saluran udara ke rongga hidung tertutup sehingga semua udara keluar dari rongga mulut. Oleh karena itu, semivokal ini dideskripsikan dengan: /mediopalata/semivokal/bersuara/.

SIMPULAN
1)      Makharijul huruf adalah tempat-tempat keluarnya huruf. Sedangkan Makhraj adalah tempat di organ bicara yang lebih menitik beratkan pada organ bicara aktif yang difungsikan akan menghambat atau menekan saluran udara ketika mengartikulasikan sebuah konsonan. Oleh sebab itu, mereka mendefinisikan makhraj itu sebagai tempat dua organ bicara yang bekerja sama, yang satu aktif dan yang satu lagi pasif.
2)   Konsonan adalah bunyi yang udaranya keluar dari hidung ketika diartikulasikan atau bunyi yang udaranya keluar dari samping kiri atau kanan mulut. Konsonan dapat berupa bunyi letupan, bunyi geseran, bunyi bersuara, dan bunyi tidak bersuara.
3)      Vokal adalah termasuk bunyi yang bersuara, yang terjadi dengan penerobosan terhadap klep pita suara melalui tekanan, sedangkan dalam pembentukkannya, udara yang datang dari paru-paru tidak mendapat hambatan di kerongkongan dan rongga mulut dan tidak mendapatkan penyempitan di saluran udara yang mengakibatkan adanya geseran.
4)      Semivocal adalah bunyi yang ketika hendak dituturkan, organ bicara telah mengambil posisi seperti hendak menuturkan sebuah vocal tertentu, kemudian dengan cepat organ bicara tersebut mengubah posisi seperti akan menuturkan sebuah vocal lain, realitanya bunyi yang lahir bukan yang pertama dan bukan  yang kedua, tetapi bunyi yang lain.





DAFTAR PUSTAKA
Chaer, Abdul. Fonologi Bahasa Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta, 2009
Sayuti, Ahmad. Fonetik & fonologi Alquran. Jakarta: AMZAH, 2012
Sayuti, Ahmad. Bunyi Bahasa. Jakarta: AMZAH, 2010






[1] Dr. Ahmad Sayuti Ansari Nasution, M. A, “Fonetik & Fonologi Al-Qur’an”, Jakarta: AMZAH, 2012, Hlm. 4
[2] Dr. Ahmad Sayuti Ansari Nasution, M. A, “Bunyi Bahasa”, Jakarta: AMZAH, 2012, hlm.
[3] Dr. Ahmad Sayuti Ansari Nasution, M. A, “Fonetik & Fonologi Al-Qur’an”, Jakarta: AMZAH, 2012, hlm. 21
[4] Dr. Ahmad Sayuti Ansari Nasution, M. A, “Fonetik & Fonologi Alquran”, hlm. 42
[5] Dr. Ahmad Sayuti Ansari Nasution, M. A, “Fonetik & Fonologi Alquran”, hlm.23-25
[6] Dr. Ahmad Sayuti Ansari Nasution, M. A, “Bunyi Bahasa”, Jakarta: AMZAH, 2012, hlm 65
[7] Dr. Ahmad Sayuti Ansari Nasution, M. A, “Fonetik & Fonologi Alquran”, hlm. 39-41
[8] Dr. Ahmad Sayuti Ansari Nasution, M. A, “Bunyi Bahasa”, Jakarta: AMZAH, 2012, hlm 66
[9] Dr. Ahmad Sayuti Ansari Nasution, M. A, “Bunyi Bahasa”, Jakarta: AMZAH, 2012, hlm 106