Tokoh Kaligrafi Nasional
1.
HM. Faiz Abdul Razaq

Karya anak bangsa yang dikagumi
dunia
Mushaf Istiqlal yang dibuat HM. Faiz
Abdul Razaq diyakini banyak orang sebagai mushaf terindah di dunia. Dia
dilahirkan di desa Lengkong Ulama Tangerang Prov. Banten pada 11 November 1938.
Muhammad Faiz menekuni khat sejak usia dini. Dia Putra dari seorang pioneer
khat di Indonesia, KH. M. Abdul Razzaq (alm). Dari beliaulah dirinya
belajar. Sejak usia 15 tahun Faiz sudah membantu sang abah menulis kitab-kitab
berbahasa Arab atau tulisan Arab bahasa Melayu, Sunda, Jawa dan Madura (tulisan
pego/Melayu Arab).
2.
Didin Sirojuddin Abdul Rozaq
Didin
Sirojuddin Abdul Rozaq lahir di Desa Karangtawang, Kuningan, Jawa Barat, 15
Juli 1957. Ayahnya, H. Abdur Rahman adalah mantri kesehatan di RSU ’45
Kuningan, yang karena perjuangannya di desa, terpilih menjadi kepala desa
(Kuwu) Karangtawang selama 11 tahun (1968-1979). Ayahnya H. Abdur Rahman,
Surawidjaya juga kepala desa di daerah pegunungan Cipakem selama 30 tahun.
Selain mendirikan Pondok Pesantren Al-Abshori, H. Abdur Rahman juga termasuk
pelopor berdirinya Madrasah Tsanawiyah Karangtawang bersama guru kesayangannya
Kyai Abdullah. Ibunya, Hj. Sukrinah, datang dari keluarga pesantren tua dan
terbesar di Kabupaten Kuningan, yaitu Pondok Pesantren Raudlatul Thalibin
pimpian KH. Uci Syarifuddin di desa Lengkong bersebelahan desa Karangtawang.
Perintis pesantren ini, Hasan Maolani, yang dikenal dengan sebutan eyang
Minado, adalah waliyullah pejuang kemerdekaan RI yang dibuang Belanda ke Manado
dan berjumpa dengan Pangeran Diponegoro di pembuangan sekitar tahun 1830-an
Tokoh Kaligrafi Internasional

Sejumlah nama terus dikagumi dan ikut mendunia
bersama kaligrafi yang mereka lahirkan. Diantara seniman-seniman aksara itu
adalah Ibnu Muqlah, Ibnu Bawwab, Yaqut Al musta’simi, Hamdullah (Ibn Syaikh),
Hafidh Ustman, Musthafa Al- Raqim, Hamid Al-Amidi, dan Hasyim Muhammad
Al-Bagdadi. Dan tokoh lainnya adalah:
1.
Mohamed
Zakaria
REPUBLIKA.CO.ID,
Suatu hari, di bulan Ramadhan, Pelabuhan Casablanca, Maroko riuh
dengan aktivitas pelayaran. Ada kapal yang melepas sauh, sebagian lain merapat.
Sebuah kapal barang yang sudah uzur berbendera Yugoslavia baru tiba di
Casablanca setelah berlayar dari Amerika Serikat (AS).
Dalam kapal
itulah Mohamed Zakariya — yang kelak menjadi salah satu kaligrafer
ternama di dunia – memulai perjalanannya mencari arti hidup
yang hakiki. Begitu menapakkan kakinya di negeri Maghribi itu, Zakariya
yang waktu itu baru berusia 19 tahun, langsung tersirap atmosfer Ramadhan.
Begitu tiba
di Maroko, ia melihat seorang lelaki tua berjubah dengan sorban kuning cerah
sedang melintas di pelabuhan. ‘’ Seketika, Anda akan merasakan bahwa di sana
semuanya sangat berbeda,’’ ujar Zakariya kepada sebuah majalah terbitan AS,
beberapa waktu lalu.
2. Hafiz Ustman (Ustman ibnu Ali)
Berjuluk Al-Hafiz karena telah
menghafal Alquran sejak masih muda. Kepandaian kaligrafer yang menekuni gaya
Khath Tsuluts dan Naskhi ini tampak dalam karyanya yang berjudul Hiliyah
(sebuah deskripsi tentang Nabi Muhammad). Selain itu, ia berhasil menulis 25
mushaf Alquran yang inskripsinya tersebar di seluruh Istanbul.
3. Musthafa Al-Raqim
Bakat menulisnya telah nampak
sejak ia masih kecil. Ia mempelajari Khath Naskhi dan Tsuluts dari kakeknya dan
menjadi penulis Kesultanan Utsmani pada masa pemerintahan Salim III. Kemudian
ia diangkat sebagai Kepala Departemen Seni Lukis Kesultanan.
Selain itu, Al-Raqim juga menjadi guru Sultan Salim II dan Mahmud II. Kepandaiannya membuat seorang kaligrafer menulis tentangnya, “Ketika orang Barat bangga dengan Raphael dan Michaelangelo sebagai pelukis, kita seharusnya bangga dengan Al-Raqim sebagai kaligrafer yang jenius.”
Selain itu, Al-Raqim juga menjadi guru Sultan Salim II dan Mahmud II. Kepandaiannya membuat seorang kaligrafer menulis tentangnya, “Ketika orang Barat bangga dengan Raphael dan Michaelangelo sebagai pelukis, kita seharusnya bangga dengan Al-Raqim sebagai kaligrafer yang jenius.”
4. Hamid Al-Amidi
Kaligrafer yang menetap di
Istambul sejak usia 15 tahun dan belajar tentang hukum-hukum kaligrafi dan
cabang seni lainnya. Dialah penulis kaligrafi pada dinding-dinding beberapa
gedung terkenal dan penting di Istambul.
Enam bulan sebelum ia wafat,
Pusat Penelitian Sejarah dan Seni di Turki mengadakan pemutaran film dokumenter
berjudul “Hamid Al-Khattath” atau “”Hamid Sang Kaligrafer” yang tersebar di
beberapa negara termasuk Mesir. Selain menjadi inspirator bagi kaligrafer
setelahnya, Hamid Al-Amidi juga pernah memberi ijazah kepada beberapa khattath
ternama. Diantaranya adalah dua ijazah kepada Hasyim Muhammad Al-Baghdadi (pada
1950 dan 1952).
5.
Hasyim
Muhammad Al-Bagdad
Dilahirkan di Baghdad pada
1917, Hasyim telah mempelajari kaligrafi sejak usia remaja. Usai memperoleh
gelar Diploma dari Mulla 'Ali Al-Fadli pada tahun 1943, ia meneruskan studinya
di Royal Institute of Calligraphy Kairo dan lulus pada 1944. Di tahun yang
sama, ia memperoleh ijazah dari dua kaligrafer terkenal, Sayyid Ibrahim dan
Muhammad Husni.
Seorang kaligrafer ternama
lainnya, Hamid Al-Amidi, pada 1952 mengukuhkan Hasyim Muhammad Al-Baghdadi
sebagai penulis khath terbaik di dunia Islam. Hasyim yang pernah menerbitkan
buku tentang gaya penulisan Al-Riq’ah pada tahun 1946 juga dikenal sebagai
penulis khath terbaik dalam gaya Tsuluts.
Tahun 1960, Hasyim dinobatkan
sebagai pen-tashih kaligrafi Arab di Institute of Fine Art di Baghdad, lalu
sebagai Ketua Bahgian Dekorasi Islam dan kaligrafi Arab. Ia menghembuskan nafas
terakhirnya pada 1973, setahun setelah menerbitkan sebuah buku koleksi khath
miliknya berjudul "Kaidah Penulisan Khath Arab".
6. Ibnu Muqlah
Kaligrafier yang lahir pada
887 M ini merupakan seorang wazir (menteri) pada masa Khilafah Abbasiyah.
Kemampuan kaligrafinya ia dapatkan atas bimbingan Al-Ahwal Al-Muharrir. Karena
kemahirannya dalam menulis kaligrafi, Ibnu Muqlah dikenal sebagai “Imam
Al-Khaththathin” atau “Bapak para Kaligrafer.”
7. Salah satu keberhasilan Ibnu Muqlah dalam kaligrafi adalah dalam
mengangkat gaya tulis Naskhi menjadi Khath Kufi, selain juga menekuni Khath
Tsulus. Sumbangan Ibnu Muqlah dalam dunia kaligrafi bukan pada penemuan gaya
melainkan dalam hal pemakaian kaidah-kaidah sistematis, terutama untuk Khath
Naskhi.
8. Ibnu Bawwab
Merupakan putra seorang
penjaga pintu istana di Baghdad yang menghafal Alquran dan menuliskanya dalam
64 eksemplar. Salah satunya ia tulis dengan gaya Raihani dan disimpan di sebuah
masjid di Istambul. Dialah penemu dan pengembang gaya khath Raihani dan
Muhaqqah, serta salah satu penerus gaya Naskhi yang diusung Ibnu Muqlah.
9. Yaqut Al-Musta’simi
Seorang kepala perpustakaan
Al-Mistan Syiriyah di Baghdad yang memiliki julukan Jamaluddin dan akrab disapa
Abu Durra atau Abu Al-majid. Kaligrafer yang juga penyair ini mengembangkan
metode baru penulisan huruf arab serta memelopori penulisan menggunakan bambu
yang dipotong miring sebagai pena.
Yaqut dikenal melalui
filsafatnya tentang kaligrafi, “Al-khaththu handasatun ruhaniyyatun dhaharat bi
alatin jasmaniyyatin (Kaligrafi adalah geometri spiritual yang diekspresikan
melalui alat jasmani).” Berkat kelihaiannya, gaya Khath Tsuluts berkembang
menjadi bentuk ornamental yang dekoratif.
10. Ibnu Syekh (Syekh Hamdullah Al-Amasi)
Merupakan salah satu maestro
kaligrafi terbesar sepanjang sejarah Utsmani dan menjadi kiblat para
kaligrafier-kaligrafier pada masa itu. Pada zamannya, Sultan Bayazid II (Sultan
Utsmani yang memerintah pada 1481-1512 M) belajar kaligrafi padanya. Dan
karya-karya yang ditinggalkannya menjadi ‘rumus’ bagi pengembangan penulisan
khath selanjutnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar